I.
TUJUAN
Setelah
mengikuti praktikum diharapkan mahasiswa :
1. Mengetahui
cara pembuatan suppositoria
2. Mengetahui
sifat suppositoria yang baik
3. Mengetahui
pengujian pada produk suppositoria
II.
DASAR TEORI
Supositoria adalah sediaan padat dalam berbagai bobot dan bentuk,
yang diberikan melalui rektal, vagina atau uretra. Umumnya meleleh, melunak
atau melarut pada suhu tubuh. Supositoria dapat bertindak sebagai pelindung
jaringan setempat, sebagai pembawa zat terapetik yang bersifat lokal atau
sistemik. Bahan dasar supositoria yang umum digunakan adalah lemak coklat,
gelatin tergliserinasi, minyak nabati terhidrogenasi, campuran polietilen
glikol berbagai bobot molekul dan ester asam lemak polietilen glikol. (Anonim,
2015)
Supositoria Lemak Coklat Supositoria dengan bahan dasar lemak
coklat dapat dibuat dengan mencampur bahan obat yang dihaluskan ke dalam minyak
padat pada suhu kamar dan massa yang dihasilkan dibuat dalam bentuk sesuai,
atau dibuat dengan minyak dalam keadaan lebur dan membiarkan suspensi yang
dihasilkan menjadi dingin di dalam cetakan. (Anonim, 2015)
Supositoria rektal Supsitoria rektal
untuk dewasa berbentuk lonjong pada satu atau kedua ujungnya dan biasanya
berbobot lebih kurang 2 g. (Anonim, 2015)
Keuntungan penggunaan obat (Anonim, 2015)
dalam Suppositoria dibanding peroral,
yaitu
a. Dapat
menghindari terjadinya iritasi pada lambung.
b. Dapat
menghindari kerusakan obat oleh enzym pencernaan dan asam lambung.
c. Obat
dapat masuk langsung dalam saluran darah sehingga obat dapat berefek lebih
cepat daripada penggunaan obat peroral.
d. Baik
bagi pasien yang mudah muntah atau tidak sadar.
Faktor
fisika-kimia dari obat dan basis (Anonim, 2015) :
a.
Kelarutan obat : Obat yang mudah larut
dalam lemak akan lebih cepat terabsorpsi dari pada obat yang larut dalam air.
b.
Kadar obat dalam basis : bila kadar obat
naik maka absorpsi obat makin cepat.
c.
Ukuran partikel : ukuran partikel obat
akan mempengaruhi kecepatan larut dari obat ke cairan rektal.
d.
Basis Suppositoria : Obat yang larut
dalam air dan berada dalam basis
lemak dilepas segera ke cairan rektal
bila basis cepat melepas setelah masuk
ke dalam rektum, dan obat akan segera diabsorpsi dan aksi kerja awal obat akan
segera nyata. Obat yang larut dalam air dan berada dalam basis larut dalam air,
aksi kerja awal dari obat akan segera nyata bila basis tadi segera larut dalam
air.
Pada
pengisian massa suppositoria ke dalam cetakan, lemak coklat cepat membeku dan
pada pendinginan terjadi susut volume hingga terjadi lubang di atas masa, maka
pada pencetakan harus diisi lebih, baru setelah dingin kelebihannya dipotong.
(Anief, 1989)
Untuk
meningkatkan titik lebur lemak coklat digunakan tambahan Cera Flava tidak boleh
dari 6 % sebab akan membuat campuran mempunyai titik lebur di atas 37 o C dan
tidak kurang dari 4 % karena titik lebur campuran akan lebih rendah dari titik
lebur lemak coklat yaitu 33 o C. Penambahan cera flava juga dapat menaikkan
daya serap lemak coklat terhadap air. (Anief, 1989)
Nilai
tukar dimaksudkan untuk mengetahui berat lemak coklat yang mempunyai besar
volume yang sama dengan 1 g obat. Bila pengisian suppositoria mengandung jumlah
zat padat yang banyak, maka pengisian cetakan berkurang, dan apabila dipenuhi
dengan campuran masa, maka akan diperoleh jumlah obat yang melebihi dosis. Maka
untuk membuat suppositoria yang sesuai dilakukan dengan hitungan nilai tukar.
(Anief, 1989)
Suppositoria
dibuat dengan 3 metode yaitu mencetak metode leburan, kompresi, atau digulung
dan dibentuk dengan tangan. Metode yang sering digunakan pada pembuatan suppositoria
baik dalam skala kecil maupun skala industri dengan adalah dengan pencetakan.
Pada dasarnya langkah dalam metode pencetakan termasuk : a. melebur basis,
mencampurkan bahan obat yang diinginkan, c. menuang hasil leburan ke dalam
cetakan, d. membiarkan leburan menjadi dan mengental menjadi dingin dan
mengental menjadi suppositoria dan e. melepaskan suppositoria dari cetakan. (
Ansel, 1989)
III.
ALAT DAN BAHAN
Alat :
|
Cawan
porselen
|
Timbangan
1 kg
|
|
|
Timbangan
digital
|
Timbangan
2 kg
|
|
|
Waterbath
|
Termometer
|
|
|
Mortir
dan stamper
|
Batang
pengaduk
|
|
|
Pencetak
suppositoria
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Bahan
:
|
Asetosal
|
|
|
|
Cera
Flava
|
|
|
|
Oleum
Cacao
|
|
|
|
Sediaan
Supositoria jadi
|
|
|
|
|
|
|
IV.
CARA KERJA
a.
Pembuatan Supositoria
Ditimbang bahan
-bahan dan disiapkan cetakan yang telah diolesi gliserin
Dilelehkan
oleum cacao dan cera flava di atas waterbath
Dihaluskan
asetosal dengan bantuan alkohol 96 %
Dinginkan
lelehan basis sampai agak mengental
Dicampurkan
asetosal ke dalam basis di aduk sampai homogen.
Dimasukkan
ke dalam cetakan tunggu sampai dingin dan membeku
e.
Evaluasi suppositoria
a.
Keseragaman sediaan.
Ditimbang
3 suppositoria buatan sendiri dan sediaan jadi.
Ditimbang
suppositoria satu per satu
Dihitung
bobot rata-rata dan dicari harga CV
b.
Uji kerapuhan
Disiapkan suppositoria
Disiapkan anak timbangan 1 kg dan 2 kg
Ditimpakan dengan bantuan cawan petri,
anak timbangan di atas suppositoria
Dicatat waktu suppositoria hancur oleh
masing- masing berat anak timbangan
c.
Uji Organoleptis
Disiapkan suppositoria
Diamati organoleptis berupa warna, bau
dan bentuk.
Dicatat organoleptis dari suppositoria
d.
Uji Homogenitas.
Disiapkan suppositoria
Dibelah supositoria secara melintang
Diamati dan dicatat homogenitasnya
e.
Uji waktu hancur
Disiapkan
alat uji waktu hancur
Diatur
suhu pada 37 o C
Dimasukkan suppositoria
ke dalam alat
Dicatat waktu
supositoria mulai melebur hingga meleleh sempurna
V.
DATA PENGAMATAN
1. Penimbangan
bahan
2.
Uji keseragaman bobot
3.
Kerapuhan supositoria
4.
Organoleptis
5.
Homogenitas
6.
Uji waktu lebur
VI.
PEMBAHASAN
Suppositoria
adalah suatu bentuk sediaan semipadat yang pemakaiannya dengan cara dimasukkan
melalui lubang atau celah pada tubuh, dimana ia akan melebur, melunak atau
melarut dan memberikan efek lokal atau sistemik.
Kontrol
kualitas formulasi sediaan suppositoria untuk menjamin tiap lot suppositoria
yang dibuat, secara tetap memenuhi standar yang ditetapkan selama pembuatan lot
eksperimen awal. Suppositoria akhir secara rutin diperiksa penampilannya,
setelah dipotong memanjang, untuk keseragaman campuran tersebut. Suppositoria
tersebut diuji bahan-bahan aktifnya untuk menjamin bahwa masing-masing
suppositoria isinya sesuai dengan apa yang disebutkan pada etiket. Kontrol kualitas
sediaan suppositoria antara lain uji kisaran leleh, uji pencairan atau waktu
melunak, uji kehancuran, uji ukuran partikel atau penghabluran, uji distribusi
bahan obat dan uji disolusi. Dalam praktikum kontrol sediaan yang diuji adalah
Uji keseragaman bobot, organoleptis, uji kerapuhan, homgenitas dan uji waktu
lebur.
Keseragaman
bobot dilakukan untuk mengetahui apakah bobot tiap sediaan sudah sama atau
belum, jika belum maka perlu dicatat. Keseragaman bobot akan mempengaruhi terhadap
kemurnian suatu sediaan karena dikhawatirkan zat lain yang ikut tercampur. Caranya
dengan ditimbang saksama masing-masing 3 suppositoria sediaan jadi dan dibuat
sendiri, satu persatu kemudian dihitung berat rata-ratanya. Keseragaman bobot
dilakukan untuk mengetahui keseragaman kandungan yang terdapat dalam
masing-masing suppositoria tersebut sama dan dapat memberikan efek terapi yang
sama pula. Dari hasil perhitungan diperoleh koefisien variasi dari suppositoria
sediaan jadi adalah 5,03 % dan suppositoria buatan sendiri 3,52 %.. Menurut Farmakope simpangan baku relatif atau CV
yang dapat diterima adalah kurang dari atau sama dengan 6,0 % sehingga dapat
disimpulkan kedua suppositoria memenuhi syarat. Semakin kecil
kofisien variasi maka semakin kecil pula perbedaan bobot tiap suppositoria.
Beberapa faktor yang mempengaruhi variasi dalam penimbangan bobot antara lain
kondisi penimbangan dan bahan yang ditimbang. Saat praktikum kondisi dari
suppositoria sediaan jadi sudah rusak dan permukaan lembek karena disimpan pada
suhu ruangan yang panas.
Supositoria
sebaiknya jangan terlalu lembek maupun terlalu keras yang menjadikannya sukar
meleleh. Untuk uji kerapuhan dapat digunakan uji elastisitas. Supositoria
dipotong horizontal. Kemudian diberi beban seberat 1 kg dan 2 kg pada suatu
permukaan datar dan dimana suppositoria rusak adalah
titik hancurnya, atau gaya yang menentukan karakteristik kekerasan dan
kerapuhan suppositoria tersebut. Suppositoria dangan bentuk-bentuk yang berbeda
mempunyai titik hancur yang berbesa pula. Titik hancur yang dikehendaki dari
masing-masing bentuk suppositoria yang beranekaragam ini ditetapkan sebagai
level yang menahan kekuatan (gaya) hancur yang disebabkan oleh berbagai tipe
penanganan, yakni produksi, pemgemasan, pengiriman dan pengangkutan dalam
penggunaan untuk pasien. Pada suppositoria sediaan jadi dengan beban 1 kg
hancur dalam waktu 1 detik sedangkan dengan beban 2 kg hancur dalam waktu 0,5
detik. Dapat dinyatakan suppositoria ini mudah hancur. Untuik suppositoria
buatan sendiri dengan beban 1 kg hancur dalam waktu 63 detik sedangkan dengan
beban 2 kg hancur dalam waktu 11 detik. Dapat dinyatakan suppositoria ini bentuknya
kompak.
Uji
homogenitas ini bertujuan untuk mengetahui apakah bahan aktif dapat tercampur
rata dengan bahan dasar suppo atau tidak, jika tidak dapat tercampur maka akan
mempengaruhi proses absorbsi dalam tubuh. Obat yang terlepas akan memberikan
terapi yang berbeda. Cara menguji homogenitas yaitu dengan cara membelah
suppositoria dalam posisi melintang dan diamati homogenitas warna secara
visual. Dari hasil pengamatan kedua jenis suppositoria dinyatakan homogen.
Bentuk
suppositoria juga perlu diperhatikan karena jika dari bentuknya tidak seperti
sediaan suppositoria pada umummya, maka seseorang yang tidak tahu akan mengira
bahwa sediaan tersebut bukanlah obat. Untuk itu, bentuk juga sangat mendukung
karena akan memberikan keyakinan pada pasien bahwa sediaa tersebut adalah
suppositoria. Selain itu, suppositoria merupakan sediaan padat yang mempunyai
bentuk torpedo. Penampialn suppositoria termasuk bau, warna, kondisi permukaan
dan bentuk. Ini merupakan kontrol organoleptik. Suppositoria sediaan jadi
memiliki organoleptis berwarna ungu, berbau agak tengik, dan berbentuk
menyerupai peluru dan teksturnya keras. Mungkin suppsitoria disimpan di tempat
yang tidak sesuai sehingga timbul bau tengik. Suppositoria buatan sendiri
memiliki warna putih gading, bau aroma coklat dan bentuk menyerupai peluru dan
teksturnya keras.
Uji
waktu lebur dilakukan sebagai simulasi untuk mengetahui waktu yang dibutuhkan
sediaan supositoria yang dibuat melebur dalam tubuh. Dilakukan dengan cara
menyiapkan waterbath dan cawan yang diatur suhunya dengan suhu ±37°C. Kemudian
dimasukkan supositoria ke dalam cawan dan diamati waktu leburnya. Suppositoria
dinyatakan hancur sempurna bila berlarut sempurna atau terdispersi menjadi
komponennya atau menjadi lunak dan tidak
memiliki inti berbentuk padat. Menurut Farmakope waktu yang diperlukan untuk
menghancurkan suppositoria dengan basis lemak kecuali dinyatakan lain adalah 30
menit.. Untuk suppositoria sediaan jadi mulai meleleh dalam waktu 3 detik dan
melebur sempurna dalam waktu 1 menit 57 detik sehingga dinyatakan memenuhi
syarat. Untuk suppositoria buatan sendiri mulai meleleh dalam waktu 16 detik
dan meleleh sempurna selama 5 menit 8 detik sehingga dinyatakan memenuhi
syarat.
|
VII.
KESIMPULAN
1. Supositoria adalah sediaan padat dalam berbagai bobot dan bentuk,
yang diberikan melalui rektal, vagina atau uretra. Umumnya meleleh, melunak
atau melarut pada suhu tubuh. Tablet terdiri dari zat aktif dan
zat tambahan yang dapat berupa bahan pengisi, bahan penghancur, bahan pengikat,
bahan pelincir dan bahan tambahan lain yang diperbolehkan.
2. Suppositoria
dapat dibuat dengan pencetakan, kempa maupun dibentuk dengan tangan.
3. Kontrol
kualitas sediaan suppositoria antara lain uji kisaran leleh, uji pencairan atau
waktu melunak, uji kehancuran, uji ukuran partikel atau penghabluran, uji
distribusi bahan obat, homogenitas, organoleptis, uji kerapuhan dan uji
disolusi.
4. Koefisien
variasi dari suppositoria sediaan jadi adalah 5,03 % dan suppositoria buatan
sendiri 3,52 %. Karena koefisien variasi kurang dari 6,0 % sehingga dapat disimpulkan kedua suppositoria memenuhi
syarat.
5. Suppositoria
sediaan jadi dengan beban 1 kg hancur dalam waktu 1 detik sedangkan dengan
beban 2 kg hancur dalam waktu 0,5 detik. Dapat dinyatakan suppositoria ini
mudah hancur. Untuik suppositoria buatan sendiri dengan beban 1 kg hancur dalam
waktu 63 detik sedangkan dengan beban 2 kg hancur dalam waktu 11 detik. Dapat
dinyatakan suppositoria ini bentuknya kompak.
6. Cara
menguji homogenitas yaitu dengan cara membelah suppositoria dalam posisi
melintang dan diamati homogenitas warna secara visual. Dari hasil pengamatan
kedua jenis suppositoria dinyatakan homogen
7. Organoleptis
sediaan suppositoria jadi kurang baik karena berbau tengik sedangkan
suppositoria buatan sendiri organoleptisnya baik.
8. Untuk
suppositoria sediaan jadi mulai meleleh dalam waktu 3 detik dan melebur
sempurna dalam waktu 1 menit 57 detik sehingga dinyatakan memenuhi syarat.
Untuk suppositoria buatan sendiri mulai meleleh dalam waktu 16 detik dan
meleleh sempurna selama 5 menit 8 detik sehingga dinyatakan memenuhi syarat.
VIII. DAFTAR
PUSTAKA
1. Anief,
M. (2000).Ilmu Meracik Obat. Cetakan ke-9.Gadjah Mada University
Press.Yogyakarta.
2. Anonim, 2004,
Ilmu Resep Teori jilid III, Pusdinakes
Departemen Kesehatan Republik Indonesia : Jakarta
3. Ansel.(1989).
Pengantar Bentuk SediaanFarmasi. Edisi IV. Universitas Indonesia Press.
Jakarta.
4. Departemen
Kesehatan Republik Indonesia. (1979). FarmakopeIndonesia.Edisi III.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.
Daftar alat
No
|
Gambar
|
Nama dan Fungsi
|
1.
|
|
Timbangan
digital
Untuk menimbang bahan
|
2
|
|
Mortir dan stamper
Untuk
menghaluskan dan mencampur bahan
|
3
|
|
Cetakan suppositoria
Untuk
tempat membentuk suppositoria
|
4
|
|
Termometer
Mengukur
suhu saat uji waktu hancur
|
5
|
|
Water bath
Sebagai sumber panas
|
6
|
|
Alat untuk menguji waktu leleh suppositoria
|
7
|
|
Cawan porselen
Tempat
memenaskan basis dan membantu uji waktu leleh
|
Suppositoria sediaan jadi
Suppositoria
buatan sendiri
Tidak ada komentar:
Posting Komentar