I.
TUJUAN
Mengetahui
kontrol kualitas sediaan salep meliputi organoleptis, uji homogenitas, uji daya
sebar, uji daya proteksi dan uji pH.
II.
DASAR TEORI
Salep
adalah sediaan setengah padat ditujukan untuk pemakaian topikal pada kulit atau
selaput lendir. Dasar salep yang digunakan sebagai pembawa dibagi dalam 4
kelompok: dasar salep senyawa hidrokarbon, dasar salep serap, dasar salep yang
dapat dicuci dengan air, dasar salep larut dalam air. Setiap salep obat
menggunakan salah satu dasar salep tersebut. (Anonim, 2015)
Pemilihan
dasar salep tergantung pada beberapa faktor seperti khasiat yang diinginkan,
sifat bahan obat yang dicampurkan, ketersediaan hayati, stabilitas dan
ketahanan sediaan jadi. Dalam beberapa hal perlu menggunakan dasar salep yang
kurang ideal untuk mendapatkan stabilitas yang diinginkan. Misalnya obat-obat
yang cepat terhidrolisis, lebih stabil dalam Dasar salep hidrokarbon daripada
dasar salep yang mengandung air, meskipun obat tersebut bekerja lebih efektif
dalam dasar salep yang mengandung air. (Anonim, 2015)
Menurut Seno dkk (2004)
Kualitas dasar salep yang baik adalah:
1. Stabil,
selama dipakai harus bebas dari inkompatibilitas, tidak terpengaruh oleh suhu
dan kelembaban kamar.
2. Lunak,
semua zat yang ada dalam salep harus dalam keadaan halus, dan seluruh produk
harus lunak dan homogen.
3. Mudah
dipakai
4. Dasar
salep yang cocok
5. Dapat
terdistribusi merata
Menurut Seno dkk
(2004) secara umum pembuatan salep adalah :
1.
Zat-zat yang dapat larut dalam campuran lemak dilarutkan
kedalamnya, jika perlu dengan pemanasan.
2.
Bahan-bahan yang dapat larut dalam air, jika tidak ada
peraturan-peraturan lain dilarutkan lebih dahulu dalam air, asalkan air yang
digunakan dapat diserap seluruhnya oleh basis salep. Jumlah air yang dipakai
dikurangi dari basis.
3.
Bahan-bahan yang sukar atau hanya sebagian dapat larut
dalam lemak dan air, harus diserbuk lebih dahulu kemudian diayak dengan
pengayak B40.
4.
Salep-salep yang dibuat dengan jalan mencairkan,
campurannya harus digerus sampai dingin.
Salep tidak boleh
berbau tengik. Kecuali dinyatakan lain dan untuk salep yang
mengandung obat keras atau obat narkotika, kadar bahan obat adalah 10%. Salep jika dioleskan
pada sekeping kaca atau bahan transparan lain yang cocok, harus menunjukkan
susunan yang homogen. (Anief,1999)
Evaluasi terhadap sifat fisik dan sifat iritatif pada sediaan
topikal perlu dilakukan. Hal ini untuk menjamin bahwa sediaan memiliki efek
farmakologis yang baik dan tidak mengiritasi kulit ketika digunakan. Sifat
fisik sediaan mempengaruhi tercapainya efek farmakologis sesuai yang
diharapkan. Parameter pengujian sifat fisik salep antara lain uji daya sebar,
daya lekat, dan pH (Naibaho dkk., 2013).
III.
ALAT DAN BAHAN
1. Alat
:
Cawan petri
|
Timbangan digital
|
Kertas saring
|
Stopwatch
|
Pipet tetes
|
Anak timbangan 0,5 kg
|
Mortir dan stamper
|
Kertas lakmus
|
Objek glass
|
2. Bahan
Asam Salisilat
|
Larutan KOH
|
Lanolin
|
Parafin cair
|
Gliserin
|
|
Alkohol 96 %
|
|
IV.
CARA KERJA
1. Pembuatan
salep asam salisilat
Dihaluskan 200
mg asam salisilat dengan bantuan alkohol di dalam mortir
Dilunakkan 9,8 g
basis lanolin dan pada fomula 2 ditambah 5 tetes gliserin
Ditambahkan
basis ke dalam asam salisilat sedikit demi sedikit sambil diaduk sampai homogen
2. Uji
organoleptis
Diamati
organoleptis dari salep meeliputi bentuk, warna, bau dan tekstur.
Dicatat dalam
data pengamatan
3. Uji
homogenitas
Diamati
homogenitas dari salep yang dioleskan pada onjek glass.
Dicatat dalam
data pengamatan
4. Uji
daya sebar
Diambil 0,5 g
salep diletakkan pada tengah cawan petri
Ditimpakan pada
basis salep cawan petri lain yang telah ditimbang
Diamati diameter
salep yang menyebar setelah didiamkan selama 1 menit
Ditabah beben
sebanyak 50 g
Diamati diameter
salep yang menyebar setelah didiamkan selama 1 menit
Diulangi
prosedur tersebut sebanyak 3 kali
5. Uji
daya proteksi
Disiapkan kertas
saring bersih dan dibasahi indikator PP
Diolesi dengan
salep
Disiapkan kertas
saring lain yang telah dibatasi dengan parafin padat yang dicairkan
Ditutup kertas
saring bersalep dengan kertas saring berparafin
Bagian kertas
saring berparafin ditetesi dengan KOH 0,1 N
Diamati lama waktu kertas bersalep berwarna merah.
6. Uji
pH
Disiapkan kertas
pH
Ditempelkan pada
basis salep
Diamati pH yang
diukur dengan kertas lakmus
V.
DATA PENGAMATAN
1. Formula
Formula
|
A
|
B
|
Asam salisilat
|
200 mg
|
200 mg
|
Lanolin
|
9,8 g
|
9,8 g
|
Gliserin
|
5 tetes
|
2. Uji
Organoleptis
Organoleptis
|
Formula A
|
Formula B
|
Bentuk
|
Setengah padat
|
Setengah padat
|
Warna
|
Putih kekuningan
|
Putih kekuningan
|
Bau
|
Khas adeps
|
Khas adeps
|
Tekstur
|
Halus
|
Halus
|
3. Uji
homogenitas
Homogenitas
|
Formula A
|
Formula B
|
Homogen
|
v
|
v
|
Keterangan =
|
v : homogen
|
|
x : tidak homogen
|
4. Uji
daya sebar
Salep
|
Diamater (cm)
|
||||
Beban
|
cawan (52,67 g)
|
50 g
|
100 g
|
150 g
|
200 g
|
Formula A
|
3,62
|
3,88
|
4,22
|
4,58
|
4,79
|
Formula B
|
3,31
|
4,02
|
4,42
|
4,64
|
4,81
|
5. Uji
daya proteksi
Salep
|
Basis
|
Waktu ( s )
|
Keterangan
|
|||
I
|
II
|
III
|
Rata-rata
|
|||
Formula A
|
Lanolin
|
35
|
18
|
35
|
29,33
|
Kurang baik
|
Formula B
|
Lanolin
|
42
|
16
|
18
|
25,33
|
Kurang baik
|
6. Uji
pH
Uji pH
|
Formula A
|
Formula B
|
Lakmus merah
|
Merah
|
Merah
|
Lakmus biru
|
Merah
|
Merah
|
VI.
PEMBAHASAN
Salep
adalah sediaan setengah padat ditujukan untuk pemakaian topikal pada kulit atau
selaput lendir. Dalam praktikum bila melihat basis yaitu lanolin dan bahan
aktif asam salisilat, salep tersebut merupakan salep serap. Dasar salep ini
dapat menyerap air dengan membentuk emulsi tipe A/M. Lanolin merupakan campuran
antara 25 bagian air dan 75 bagian adeps lanae. Dasar salep ini tidak mengandung
air dan mempunyai emulsi tipe m/a, tetapi masih sanggup menyerap air yang
ditambahkan. Kekuatan menyerap airnya agak terbatas. Dasar salep ini digunakan
untuk pencampuran larutan berair ke dalam larutan berlemak. Glycerin
ditambahkan pada Formula A berfungsi sebagai humektan untuk membantu penetrasi
asam salisilat ke dalam kulit.
Evaluasi
terhadap sifat fisik pada sediaan topikal perlu dilakukan. Hal ini untuk
menjamin bahwa sediaan memiliki efek farmakologis yang baik dan tidak
mengiritasi kulit ketika digunakan. Sifat fisik sediaan mempengaruhi
tercapainya efek farmakologis sesuai yang diharapkan. Parameter pengujian sifat
fisik salep antara lain uji daya sebar, daya lekat, dan pH sediaan.
Pengamatan organoleptis dari sediaan dilakukan
dengan mengamati bentuk, warna, bau dan tekstur sediaan. Masing-masing Formula
A dan B memiliki organoleptis yang dapat diterima yaitu berbentuk setengah
padat, berwarna putih kekuningan, berbau khas adeps dan bertekstur halus.
Pemeriksaan
homogenitas dilakukan dengan kaca objek. Pengujian dilakukan dengan cara
mengoleskan sejumlah salep pada permukaan objek glass kemudian ditutup dengan
objek glass lain. Suatu sediaan harus menunjukkan susunan yang homogen dan
tidak terlihat butiran kasar. Masing-masing Formula A dan B memiliki
homogenitas yang baik.
Uji
daya sebar pada salep dilakukan untuk melihat kemampuan sediaan menyebar pada
kulit, dimana suatu basis salep sebaiknya memiliki daya sebar yang baik untuk
menjamin pemberian bahan obat yang baik. Hasil uji menunjukkan bahwa
peningkatan beban akan memperluas daya sebar sehingga luas area penyebaran
salep meningkat. Formulasi A dan Formulasi B daya sebarnya tidak berbeda jauh
dengan penyebaran terbesar pada beban 252,67 g yaitu masing-masing 4,79 cm dan
4,81 cm.
Pengujian
sifat fisik selanjutnya adalah pengujian pH. Pengujian pH dilakukan untuk
melihat pH salep apakah berada pada rentang pH normal kulit yaitu 4,5 – 7. Jika
pH terlalu basa dapat mengakibatkan kulit kering, sedangkan jika pH kulit
terlalu asam dapat memicu terjadinya iritasi kulit. Dalam praktikum alat bantu
yang digunakan adalah kertas lakmus merah dan biru sehingga kesimpulan yang
diambil adalah salep bersifat asam atau basa bukan dalam bentuk angka pH. Dari
hasil uji Formula A dan Formula B bersifat asam karena bahan aktif adalah asam
salisilat yang bersifat asam.
Pengujian
Daya Proteksi salep dilakukan untuk mengetahui kemampuan salep untuk melindungi
kulit dari pengaruh luar seperti asam, basa, debu, polusi dan sinar matahari.
Pengujian daya proteksi salep dilakukan dengan KOH 0,1 N. Pada pengujian daya
proteksi menggunakan KOH 0,1 N yang bersifat basa kuat dimana KOH 0,1 N
mewakili zat yang dapat mempengaruhi efektivitas kerja salep terhadap kulit KOH
0,1 N akan bereaksi dengan phenoftalein yang akan membentuk warna merah muda,
yang berarti salep tidak mampu memberikan proteksi terhadap pengaruh luar, sediaan
salep yang baik seharusnya mampu memberikan proteksi terhadap semua pengaruh
luar yang ditandai dengan tidak munculnya noda merah pada kertas saring yang
ditetesi dengan KOH 0,1 N dapat mempengaruhi efektifitas salep tersebut
terhadap kulit. Dari hasil percobaan perlindungan dari Formula A dan Formula B
masing-masing adalah 29,38 detik dan 25,33 detik. Karena basis adalah basis
serap yang mudah menyerap air dari larutan KOH sehingga efek perlindungannya
rendah sehingga dapat disimpulkan daya proteksinya kurang baik..
VII.
KESIMPULAN
1. Evaluasi
terhadap sifat fisik pada sediaan topikal perlu dilakukan. Hal ini untuk
menjamin bahwa sediaan memiliki efek farmakologis yang baik.
2. Parameter
pengujian sifat fisik salep antara lain uji homogenitas, uji organoleptis, uji
daya sebar, daya proteksi, dan pH sediaan.
3. Formula
A dan B memiliki organoleptis yang dapat diterima yaitu berbentuk setengah
padat, berwarna putih kekuningan, berbau khas adeps dan bertekstur halus.
4. Masing-masing
Formula A dan B memiliki homogenitas yang baik.
5. Formulasi
A dan Formulasi B daya sebarnya tidak berbeda jauh dengan penyebaran terbesar
pada beban 252,67 g yaitu masing-masing 4,79 cm dan 4,81 cm.
6. pH
Formula A dan Formula B bersifat asam karena bahan aktif adalah asam salisilat
yang bersifat asam.
7. Perlindungan
dari Formula A dan Formula B masing-masing adalah 29,38 detik dan 25,33 detik
VIII. DAFTAR
PUSTAKA
1.
Anief, M. 2000. Ilmu Meracik Obat. Cetakan
ke-9.Gadjah Mada University Press.Yogyakarta.
2.
Anonim. 2004. Ilmu Resep Teori jilid III. Pusdinakes Departemen Kesehatan Republik Indonesia :
Jakarta
3.
Anonim.2015. FarmakopeIndonesia.Edisi
V. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.
4. Mukhlishah, N.R.I., Sugihartini, N., Yuwono, Tedjo,. 2016. Daya
Iritasi dan Sifat Fisik Sediaan Salep Minyak Atsiri Bunga Cengkeh ( Syzigium
aromaticum) pada Basis Hidrokarbon. Majalah Farmaseutik, Vol. 12 No. 1
Tahun 2016-UAD
5. Naibaho,
D.H., Yamkan, V,Y., Weni, Wiyono,. 2013.
Pengaruh Basis Salep Terhadap Formulasi Sediaan Salep Ekstrak Daun Kemangi (Ocinum
sanchum L.) pada Kulit Punggung Kelinci yang dibuat Infeksi Staphylococcus
aureus. Jurnal ilmiah Farmasi – UNSRAT.
6. Rahmawati,
F.,Yetti. Uji Kontrol Kualitas Sediaan
Salep Getah Pepaya (Carica papaya) menggunakan Basis Hidrokarbon. Prodi D3
Farmasi STIKES Muhammadiyah Klaten.
IX.
LAMPIRAN
1. Hasil
Praktikum
2. Gambar
alat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar