Kamis, 08 Desember 2016

SALEP


 

I.                   TUJUAN

Mengetahui kontrol kualitas sediaan salep meliputi organoleptis, uji homogenitas, uji daya sebar, uji daya proteksi dan uji pH.

II.                DASAR TEORI

Salep adalah sediaan setengah padat ditujukan untuk pemakaian topikal pada kulit atau selaput lendir. Dasar salep yang digunakan sebagai pembawa dibagi dalam 4 kelompok: dasar salep senyawa hidrokarbon, dasar salep serap, dasar salep yang dapat dicuci dengan air, dasar salep larut dalam air. Setiap salep obat menggunakan salah satu dasar salep tersebut. (Anonim, 2015)

Pemilihan dasar salep tergantung pada beberapa faktor seperti khasiat yang diinginkan, sifat bahan obat yang dicampurkan, ketersediaan hayati, stabilitas dan ketahanan sediaan jadi. Dalam beberapa hal perlu menggunakan dasar salep yang kurang ideal untuk mendapatkan stabilitas yang diinginkan. Misalnya obat-obat yang cepat terhidrolisis, lebih stabil dalam Dasar salep hidrokarbon daripada dasar salep yang mengandung air, meskipun obat tersebut bekerja lebih efektif dalam dasar salep yang mengandung air. (Anonim, 2015)

Menurut Seno dkk (2004) Kualitas dasar salep yang baik adalah:

1.    Stabil, selama dipakai harus bebas dari inkompatibilitas, tidak terpengaruh oleh suhu dan kelembaban kamar.

2.    Lunak, semua zat yang ada dalam salep harus dalam keadaan halus, dan seluruh produk harus lunak dan homogen.

3.    Mudah dipakai

4.    Dasar salep yang cocok

5.    Dapat terdistribusi merata

Menurut Seno dkk (2004) secara umum pembuatan salep adalah :

1.    Zat-zat yang dapat larut dalam campuran lemak dilarutkan kedalamnya, jika perlu dengan pemanasan.

2.    Bahan-bahan yang dapat larut dalam air, jika tidak ada peraturan-peraturan lain dilarutkan lebih dahulu dalam air, asalkan air yang digunakan dapat diserap seluruhnya oleh basis salep. Jumlah air yang dipakai dikurangi dari basis.

3.    Bahan-bahan yang sukar atau hanya sebagian dapat larut dalam lemak dan air, harus diserbuk lebih dahulu kemudian diayak dengan pengayak B40.

4.    Salep-salep yang dibuat dengan jalan mencairkan, campurannya harus digerus sampai dingin.

     Salep tidak boleh berbau tengik. Kecuali dinyatakan lain dan untuk salep yang mengandung obat keras atau obat narkotika, kadar bahan obat adalah 10%. Salep jika dioleskan pada sekeping kaca atau bahan transparan lain yang cocok, harus menunjukkan susunan yang homogen. (Anief,1999)

     Evaluasi terhadap sifat fisik dan sifat iritatif pada sediaan topikal perlu dilakukan. Hal ini untuk menjamin bahwa sediaan memiliki efek farmakologis yang baik dan tidak mengiritasi kulit ketika digunakan. Sifat fisik sediaan mempengaruhi tercapainya efek farmakologis sesuai yang diharapkan. Parameter pengujian sifat fisik salep antara lain uji daya sebar, daya lekat, dan pH (Naibaho dkk., 2013).

III.             ALAT DAN BAHAN

1.      Alat :

Cawan petri
Timbangan digital
Kertas saring
Stopwatch
Pipet tetes
Anak timbangan 0,5 kg
Mortir dan stamper
Kertas lakmus
Objek glass
 

2.      Bahan

Asam Salisilat
Larutan KOH
Lanolin
Parafin cair
Gliserin
 
Alkohol 96 %
 
 
 

 

IV.             CARA KERJA

1.      Pembuatan salep asam salisilat

Dihaluskan 200 mg asam salisilat dengan bantuan alkohol di dalam mortir

 

Dilunakkan 9,8 g basis lanolin dan pada fomula 2 ditambah 5 tetes gliserin

Ditambahkan basis ke dalam asam salisilat sedikit demi sedikit sambil diaduk sampai homogen

2.      Uji organoleptis

Diamati organoleptis dari salep meeliputi bentuk, warna, bau dan tekstur.

 

Dicatat dalam data pengamatan

3.      Uji homogenitas

Diamati homogenitas dari salep yang dioleskan pada onjek glass.

 

Dicatat dalam data pengamatan

4.      Uji daya sebar

Diambil 0,5 g salep diletakkan pada tengah cawan petri

 

Ditimpakan pada basis salep cawan petri lain yang telah ditimbang

 

Diamati diameter salep yang menyebar setelah didiamkan selama 1 menit

 

Ditabah beben sebanyak 50 g

 

Diamati diameter salep yang menyebar setelah didiamkan selama 1 menit

 

Diulangi prosedur tersebut sebanyak 3 kali

5.      Uji daya proteksi

Disiapkan kertas saring bersih dan dibasahi indikator PP

 

Diolesi dengan salep

 

Disiapkan kertas saring lain yang telah dibatasi dengan parafin padat yang dicairkan

 

Ditutup kertas saring bersalep dengan kertas saring berparafin

 

Bagian kertas saring berparafin ditetesi dengan KOH 0,1 N

 

Diamati  lama waktu kertas bersalep berwarna merah.

6.      Uji pH

Disiapkan kertas pH

 

Ditempelkan pada basis salep

 

Diamati pH yang diukur dengan kertas lakmus

 

V.                DATA PENGAMATAN

1.      Formula

Formula
A
B
Asam salisilat
200 mg
200 mg
Lanolin
9,8 g
9,8 g
Gliserin
5 tetes
 

 

2.      Uji Organoleptis

Organoleptis
Formula A
Formula B
Bentuk
Setengah padat
Setengah padat
Warna
Putih kekuningan
Putih kekuningan
Bau
Khas adeps
Khas adeps
Tekstur
Halus
Halus

 

3.      Uji homogenitas

Homogenitas
Formula A
Formula B
Homogen
v
v
Keterangan =
v : homogen
x : tidak homogen

 

4.      Uji daya sebar

Salep
Diamater (cm)
Beban
cawan (52,67 g)
50 g
100 g
150 g
200 g
Formula A
3,62
3,88
4,22
4,58
4,79
Formula B
3,31
4,02
4,42
4,64
4,81

 

 

5.      Uji daya proteksi

Salep
Basis
Waktu ( s )
Keterangan
I
II
III
Rata-rata
Formula A
Lanolin
35
18
35
29,33
Kurang baik
Formula B
Lanolin
42
16
18
25,33
Kurang baik

 

6.      Uji pH

Uji pH
Formula A
Formula B
Lakmus merah
Merah
Merah
Lakmus biru
Merah
Merah

 

VI.             PEMBAHASAN

Salep adalah sediaan setengah padat ditujukan untuk pemakaian topikal pada kulit atau selaput lendir. Dalam praktikum bila melihat basis yaitu lanolin dan bahan aktif asam salisilat, salep tersebut merupakan salep serap. Dasar salep ini dapat menyerap air dengan membentuk emulsi tipe A/M. Lanolin merupakan campuran antara 25 bagian air dan 75 bagian adeps lanae. Dasar salep ini tidak mengandung air dan mempunyai emulsi tipe m/a, tetapi masih sanggup menyerap air yang ditambahkan. Kekuatan menyerap airnya agak terbatas. Dasar salep ini digunakan untuk pencampuran larutan berair ke dalam larutan berlemak. Glycerin ditambahkan pada Formula A berfungsi sebagai humektan untuk membantu penetrasi asam salisilat ke dalam kulit.

Evaluasi terhadap sifat fisik pada sediaan topikal perlu dilakukan. Hal ini untuk menjamin bahwa sediaan memiliki efek farmakologis yang baik dan tidak mengiritasi kulit ketika digunakan. Sifat fisik sediaan mempengaruhi tercapainya efek farmakologis sesuai yang diharapkan. Parameter pengujian sifat fisik salep antara lain uji daya sebar, daya lekat, dan pH sediaan.

 Pengamatan organoleptis dari sediaan dilakukan dengan mengamati bentuk, warna, bau dan tekstur sediaan. Masing-masing Formula A dan B memiliki organoleptis yang dapat diterima yaitu berbentuk setengah padat, berwarna putih kekuningan, berbau khas adeps dan bertekstur halus.

Pemeriksaan homogenitas dilakukan dengan kaca objek. Pengujian dilakukan dengan cara mengoleskan sejumlah salep pada permukaan objek glass kemudian ditutup dengan objek glass lain. Suatu sediaan harus menunjukkan susunan yang homogen dan tidak terlihat butiran kasar. Masing-masing Formula A dan B memiliki homogenitas yang baik.

Uji daya sebar pada salep dilakukan untuk melihat kemampuan sediaan menyebar pada kulit, dimana suatu basis salep sebaiknya memiliki daya sebar yang baik untuk menjamin pemberian bahan obat yang baik. Hasil uji menunjukkan bahwa peningkatan beban akan memperluas daya sebar sehingga luas area penyebaran salep meningkat. Formulasi A dan Formulasi B daya sebarnya tidak berbeda jauh dengan penyebaran terbesar pada beban 252,67 g yaitu masing-masing 4,79 cm dan 4,81 cm.
 

Pengujian sifat fisik selanjutnya adalah pengujian pH. Pengujian pH dilakukan untuk melihat pH salep apakah berada pada rentang pH normal kulit yaitu 4,5 – 7. Jika pH terlalu basa dapat mengakibatkan kulit kering, sedangkan jika pH kulit terlalu asam dapat memicu terjadinya iritasi kulit. Dalam praktikum alat bantu yang digunakan adalah kertas lakmus merah dan biru sehingga kesimpulan yang diambil adalah salep bersifat asam atau basa bukan dalam bentuk angka pH. Dari hasil uji Formula A dan Formula B bersifat asam karena bahan aktif adalah asam salisilat yang bersifat asam.

Pengujian Daya Proteksi salep dilakukan untuk mengetahui kemampuan salep untuk melindungi kulit dari pengaruh luar seperti asam, basa, debu, polusi dan sinar matahari. Pengujian daya proteksi salep dilakukan dengan KOH 0,1 N. Pada pengujian daya proteksi menggunakan KOH 0,1 N yang bersifat basa kuat dimana KOH 0,1 N mewakili zat yang dapat mempengaruhi efektivitas kerja salep terhadap kulit KOH 0,1 N akan bereaksi dengan phenoftalein yang akan membentuk warna merah muda, yang berarti salep tidak mampu memberikan proteksi terhadap pengaruh luar, sediaan salep yang baik seharusnya mampu memberikan proteksi terhadap semua pengaruh luar yang ditandai dengan tidak munculnya noda merah pada kertas saring yang ditetesi dengan KOH 0,1 N dapat mempengaruhi efektifitas salep tersebut terhadap kulit. Dari hasil percobaan perlindungan dari Formula A dan Formula B masing-masing adalah 29,38 detik dan 25,33 detik. Karena basis adalah basis serap yang mudah menyerap air dari larutan KOH sehingga efek perlindungannya rendah sehingga dapat disimpulkan daya proteksinya kurang baik..

 

VII.          KESIMPULAN

1.      Evaluasi terhadap sifat fisik pada sediaan topikal perlu dilakukan. Hal ini untuk menjamin bahwa sediaan memiliki efek farmakologis yang baik.

2.      Parameter pengujian sifat fisik salep antara lain uji homogenitas, uji organoleptis, uji daya sebar, daya proteksi, dan pH sediaan.

3.      Formula A dan B memiliki organoleptis yang dapat diterima yaitu berbentuk setengah padat, berwarna putih kekuningan, berbau khas adeps dan bertekstur halus.

4.      Masing-masing Formula A dan B memiliki homogenitas yang baik.

5.      Formulasi A dan Formulasi B daya sebarnya tidak berbeda jauh dengan penyebaran terbesar pada beban 252,67 g yaitu masing-masing 4,79 cm dan 4,81 cm.

6.      pH Formula A dan Formula B bersifat asam karena bahan aktif adalah asam salisilat yang bersifat asam.

7.      Perlindungan dari Formula A dan Formula B masing-masing adalah 29,38 detik dan 25,33 detik

 

 

 

VIII.       DAFTAR PUSTAKA

 

1.      Anief, M. 2000. Ilmu Meracik Obat. Cetakan ke-9.Gadjah Mada University Press.Yogyakarta.

2.      Anonim. 2004. Ilmu Resep Teori jilid III. Pusdinakes  Departemen Kesehatan Republik Indonesia : Jakarta

3.      Anonim.2015. FarmakopeIndonesia.Edisi V. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.

4.       Mukhlishah, N.R.I., Sugihartini, N., Yuwono, Tedjo,. 2016. Daya Iritasi dan Sifat Fisik Sediaan Salep Minyak Atsiri Bunga Cengkeh ( Syzigium aromaticum) pada Basis Hidrokarbon. Majalah Farmaseutik, Vol. 12 No. 1 Tahun 2016-UAD

 

5.      Naibaho, D.H., Yamkan, V,Y., Weni, Wiyono,. 2013. Pengaruh Basis Salep Terhadap Formulasi Sediaan Salep Ekstrak Daun Kemangi (Ocinum sanchum L.) pada Kulit Punggung Kelinci yang dibuat Infeksi Staphylococcus aureus. Jurnal ilmiah Farmasi – UNSRAT.

 

6.      Rahmawati, F.,Yetti. Uji Kontrol Kualitas Sediaan Salep Getah Pepaya (Carica papaya) menggunakan Basis Hidrokarbon. Prodi D3 Farmasi STIKES Muhammadiyah Klaten.

 

IX.             LAMPIRAN

1.      Hasil Praktikum

2.      Gambar alat

 

 

 

 

 


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar